komentar anda

ShoutMix chat widget

7.15.2009

Chapter 1 (bagian 2) Perkenalan pertama dengan Papa i Wunte

Papa i Wunte berpendapat bahwa dunia ini berbentuk rata, dan bahwa Sorga (tempat tinggal Tuhan di Surga) berada di bundaran atasnya. Ia berpikir bahwa Belanda tidak jauh dari pinggir dunia, dimana bumi dan surga saling bertemu. Menurut dia kalau Belanda begitu jauh, pasti itu sudah dekat tempatnya dimana bumi dan surga saling bertemu. Menurut dia kalau Belanda begitu jauh, pasti itu sudah dekat tempatnya dimana bumi dan surga saling menyentuh, jadi disitu orang tidak memerlukan imam-imam sebagai pengantara, tetapi mereka sendiri dapat mendekati Allah. Jikalu pada saat itu kemampuan saya untuk berbahasa lebih baik, pasti telah terjadi pemberitaan injil yang berguna. Namun hal itu masih sulit bagiku.
Saya berusaha untuk menjelaskan bahawa dunia ini bundar seperti sebuah bola, dan bahwa matahari tinggal diam. Tentu usahaku hanya menghasilkan suatu senyum yang sopan dan penuh rasa tidak bercaya. Demikian perkenalan pertama, dan awal persahabatan kami dengan salah satu kepala suku Pebato yang paling terkenal. Dua tahun kemudian, waktu istriku untuk pertama kali bertemu dengannya, waktu rumah yang baru kami di Poso diresmikan, ia sangat heran melihat lelaki yang pendek, ramah dan gembira itu, dan mengatakan “ Masa dia adalah seorang pengayau yang telah memotong kepala banyak musuhnya?.
Segera setelah perkenalan ini, saya kembali beberapa bulan ke Gorontalo dengan niat untuk masuk kedalam wilayah to Pebato pada waktu saya kembali lagi. Dan tidak lama setelah saya tiba lagi di Poso pada bulan September 1892, saya berangkat dengan seorang penujuk jalan ke desa Papa i Wunte. Nama desa itu adalah Woyo makuni dan waktu pertama saya naik kepuncak gunung dimana terletak desa itu, masih dapat saya rasakan. Kami sangat lelah baru tiba di atas, di mana terdapat suasana yang ramai dengan banyak orang dan babi. Mereka yang belum pernah melihat saya tampak sangat heran; banyak ibu dan anak lari kedalam rumah mereka. Saya berusaha memulai sesuatu percakapan tetapi mereka tidak tertarik sampai salah satu dari mereka bertanya terus terang apa maksud kedatanganku. saya menjawab mereka” pertama saya ingin berkenalan dengan saudara, dan kedua, saya ingin memberitahukan kepada saudara tentang Allah, karena saya tahu siapakah yang menciptakan dunia ini? “ tidak hal itu kami tidak tahu”, jawab mereka. Kemudian dengan rasa gugup dalam hari saya telah menyusun cerita penciptaan dalam bahasa Poso waktu saya berada di Gorontalo. Saya mulai membaca dan menceriterakannya. Tidak lama kemudian tiga orang dari mereka tertidur, dan ada orang lain yang mulai sesuatu pekerjaan tangan yang ribut. dengan mengukir sebuah gelang dari kerang yang besar. Ada lagi yang memandangku penuh rasa heran sambil menertawakan saya. Saya tidak ingat lagi apa yang dibuat yang lain, tetapi tidak ada banyak perhatian terhadap uraianku yang pasti dibawah dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Saya bertanya apakah temanku Papa i Wunte ada dirumah, dan ada yang menjawab bahwa ia sedang dalam perjalanan ke Napu. Satu minggu kemudian ia telah kembali, dan saya mendaki gunung itu lagi. Papa i Wunte bertemu dengan saya di tempat Lobo suatu tanda bahwa ia memandangku sebagai orang asing.” apa sebenarnya maksud kedatangan saudara kesini?’, ia bertanya
Apakah bapak tidak ingat ? saya menjawab “ bukankan kita bersama-sama telah berbicara tentang Allah? Allah mengasihi semua orang, dan aku pelayanNya sehingga aku juga mengasihi semua orang. Hai itu kulakukan dengan merawat orang sakit, jadi aku tidak datang untuk berdagang dan mencari keuntungan, melainkan untuk menceritakan tentang kasih dan tindakan Allah.”
Mulai saat itu setiap minggu saya pergi dari poso ke Mapane untuk naik ke wojo makuni: pada waktu sore saya selalu kembali ke mapane. setelah Papa i Wunte menerima kami beberapa kali di tempat lobo, persahabatan kami mulai berkembang, dan pada akhirnya saya diterima dirumahnya, dan beberapa minggu kemudian lagi ia mengundang saya untuk menginap dirumahnya. Saya masih dapat merasa sukacita dalam hatiku mendengar undangan itu. setelah itu saya sering menginap dirumahnya, dan kalau setelah makan malam banyak orang berkumpul di sekeliling sebuah obor, saya sering sempat mengabarkan injil melalui ceritera dari alkitab
Beberapa bulan kemudian Papa i Wunte membangun suatu rumah di lokasi yang lebih mudah dicapai di mopajawa dekat desa panta, yang baru saat itu didirikan dan pada kemudian hari menjadi terkenal sebagai tempat tinggal keluaraga Adriani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar