komentar anda

ShoutMix chat widget

7.15.2009

Chapter 1 (bagian 1) Perkenalan pertama dengan Papa i Wunte

waktu sore pada akhir bulan mei 1892 saya sedang bekerja dalam rumahku di Poso. Ketenangan itu dipecahkan oleh suara seorang tamu yang bertanya apakah saya berada dirumah. Saya bertemu dengan seorang yang pendek dengan hidung yang agak lebar. Ia nampak seperti kebanyakan petani, namun diwajahnya terdapat semacam cahaya yang merupakan ciri orang yang memiliki damai dalam dirinya. Orang itu adalah Papa i Wunte. Saya telah bertemu dengan dia beberapa hari sebelumnya di desa pantai Mapane, dimana ia mambawa anak perempuanya yang mempunyai luka berat. Saya menasehatinya untuk datang ke Poso dimana kami dapat merawat anak itu lebih baik. Sebelum ia ke poso, ia bertanya kepada pedangang Cina hal-hal apa yang kami gemari, dan pedangang itu menjawab bahwa pasti tuan Belanda suka kelapa muda dan ayam. Dan itulah yang dibawanya.


(foto: papa i wunte dan ine maseka)

Sore menjadi malam, dan saya masih asyik bercakap dengan tamuku. Sambil duduk di bangku bambu di rumahku yang sederhana, kami berbicara tentang banyak hal. Karena di Poso terdapat baik orang islam maupun orang kafir, saya sering meminta tamu saya apakah mereka makan daging babi guna mengetahui agama mereka. Sambil tertawa Papa i Wunte menjawab bahwa ia suka daging babi hutan, tetapi pernah menjadi sakit setelah ia makan daging babi peliharaan.
“jika saya mengunjungi desa bapak, apakah orang tidak akan menyerang dan melukai saya? saya bertanya. “tidak” , ia menegaskan, “kami hanya menyerang orang napu” Berbicara tentang anak perempuannya yang sakit saya mulai menceritakan tentang kasih Allah yang mahakuasa. Pasti bahasaku masih kurang baik waktu itu, tetapi nampaknya ia mengerti sesuatu, karena ia bertanya: ‘ jadi, para Imam perempuan tidak berkuasa atas orang sakit?”
Kemudian ia bertanya dimana letaknya Belanda, dan saya menjawab bahwa Belanda jauh dari Tana Poso. Reaksinya ialah :” Pasti Allah tinggal dekat Belanda, sehingga disitu tidak perlu ada imam-imam”. Hal itu masuk akal kalau kita menyadari bahwa para imam perempuan di Tana poso mengatakan bahwa roh mereka naik kepada Tuhan di Sorga ketika mereka mohon jiwa orang sakit dikembalikan. Perjalanan keatas itu amat panjang, dan segala pengalaman di jalan itu mereka beritahukan melalui nyayian-nyanyian .

2 komentar:

  1. Saya terharu Papa I Wunte sangat respek dengan Kruyt..

    BalasHapus
  2. Saya terharu Papa I Wunte sangat respek dengan Kruyt..

    BalasHapus