komentar anda

ShoutMix chat widget

7.15.2009

chapter 2 kelebihan Papa i Wunte

Dengan cara ini saya mulai mengenal Papa i Wunte sebagai seorang kepala suku toraja. Tiga ciri utama yang diwajibkan untuk seorang kepala ialah: keramah-tamahan, keberanian dan kefasihan berbicara.
Papa i Wunte adalah seorang yang sangat ramah. biasanya ada tamu dirumahnya, jarang rumahnya kosong. dan ia selalu menerima mereka dengan gembira, meskipun kadang-kadang ia hanya dapat memberikan sepotong jangung saja. Saya masih ingat bahwa saya pernah pergi kerumah di kebunnya: Papa i Wunte sedang membersihkan suatu ladang hutan guna menanam padi disitu. Gubuk itu hampir kosong karena ia mau pulang ke desa malam itu. Sudah beberapa kali selama percakapan kami ia mengeluh :” Tidak ada sesuatu yang dapat kuberikan kepada tuan” Saya selalu menegaskan bahwa itu tidak perlu juga, tetapi tiba-tiba ia memanggil “ tunggu dulu, aku masih mempunyai sepotong sambiki”, dan segera ia mencari seperempat dari sebuah labu dari tasnya, dan memberikan kepadaku. saya makan supaya ia dapat tenang sedikit, tidak mengherankan bahwa semua orang senang dengan Papa i Wunte karena keramah-tamahan.
Kami bertemu dengan banyak orang poso, yang mengaggap dirinya sangat berani, namun kami yakin bahwa banyak dari mereka akan gagal testing apabila sungguh-sungguh ada bahaya. Kedua kepala suku Poso yang paling terkenal, papa I malepo dan Papa i Wunte, biarpun watak mereka sangat berbeda, tidak pernah berbicara sendiri tentang keberanian mereka; kisah kepahlawanan mereka selalu diceritakan oleh orang lain. Kedua-duanya sangat berusaha utuk hidup berdamai, dan sering berkorban dengan milik mereka sendiri guna menenangkan orang yang sedang bertikai. Tetapi apabila mereka dipaksa untuk berperang mereka memimpin pasukan mereka penuh kebijaksanaan dan keberanian.
Pernah pada salah satu malam waktu kami duduk di sekeliling obor, Papa i Wunte mulai menceritakan sesuatu yang terjadi waktu ia berumur sekitar 14 atau 15 tahun. “ waktu itu saya sedang dalam perjalanan melalui gunung-gunung bersama ayahku, pada suatu siang aku pergi mencari kayu api. Pada saat aku kembali dengan kayu itu dan berada di tempat terbuka, seekor kerbau betina yang sangat ganas mendekatiku. Aku melapaskan kayu itu, mengambil parangku dan memakainya sebagai pedang untuk melindungi diriku. Selama parang itu ada di antara kami, kerbau itu tidak dapat menyentuhku. Pada akhirnya ia bosan dan mulai mundur. Pada saat itu juga aku berlari menuju suatu jurang yang tidak jauh. Saya lompat kedalam jurang itu dan dapat menyelamatkan nyawaku dengan memegang ranting sebuah pohon. Si kerbau yang mengejarku tidak berani masuk ke dalam jurang itu. Aku penuh dengan luka dari duri dalam jurang itu. tetapi dapat mencapai gunung di seberang jurang itu dengan selamat. Disitu tiga orang dari rombongan kami sedang melihat perkelahianku dengan kerbau itu, tetapi tidak berbuat apa-apa. tentunya aku marah, tetapi mereka mengatakan kami tidak datang menolongmu, karena kami ingin melihat apakah kamu berani atau tidak ” tetapi mereka bohong, karena ternyata mereka sendiri teralu takut akan kerbau itu”. Ya sebagai anak mudah ia sudah berani, jawab salah satu hadirin itu, dan saya yakin cerita itu sangat berkesan bagi mereka, karena biasanya mereka cepat kehilangan kontrol atas dirinya dan kalau ada yang tidak begitu dianggap berani.
Salah satu tugas seorang kepala suku toraja dulu adalah menghakimi. kemenangan atau kekalahan dalam suatu perkara biasanya diputuskan oleh kefasihan berbicara seseorang yang membela dirinya. Kedua pihak yang bertikai, biasanya diwakili oleh kepala masing-masing, bercakap begitu lama sampai salah satu pihak kehilangan bahan bicara.
Berdiam berati mengakui kesalahan, dan dengan demikian pihak yang lain telah memenangkan pekara itu. Kalau kedua-duanya tetap membela dirinya, perkara itu hanya dapat diputuskan melalui kekerasan ( yang mengakibatkan perang), atau dengan membiarkan para dewa yang memutuskan. Tidak perlu seseorang meminta pertolongan kepala desanya sendiri. kau ia lebih percaya pada kepala lain. orang itu juga dapat diminta pertolongannya . Dan biasanya mereka pergi kepada orang yang telah menjadi terkenal dalam memenangkan perkara-perkara. Para kepala amat bangga, jikalau banyak orang datang memakai jasa mereka. “ tangga rumah sudah licin” ( keran banyaknya tamu yang naik turun), adalah suatu pujian yang digemari oleh seorang kepala. dan tangga dirimah Papa i Wunte memang licin karena sudah banyak mereka yang telah datang meminta pertolongannya. Kebanyakan tamunya datang untuk membahas kesulitan mereka.
Karena diseluruh dunia hati manusia sama, kami tidak heran bahwa juga diantara kepala orang poso ada orang yang menghakimi dengan memandang siapa orangnya. Kami hanya mengenal orang tertentu yang mau membela seseorang apabila ia sudah dapat dipastikan bahwa ia akan menang, karena banyaknya bukti atau lemahnya lawan yang dihadapi. jikalau seseorang menang, kepala ikut rugi karena perlu menolong membayar denda yang ditentukan, dan apabila seseorang menang ia mendapat sebagian dari denda yang dibayar oleh pihak yang lain.
Kami yakin bahwa Papa i Wunte siap untuk menolong setiap orang yang datang kepadanya, ia hidup bagi “ anak-anaknya”, demikianlah penggilan para pengikut seorang kepala. Buktinya bahwa ia tidak mencari keuntungan untuk dirinya saja, adalah bahwa ia tidak pernah menjadi kaya. Seiring ia berjalan jauh untuk menolong seseorang dalam perkaranya.
Pernah Papa i Wunte menceritakan tentang ibunya yang telah lama meninggal, waktu ibuku meninggal, semua orang sangat sedih karena ia sangat disenangi. alasanya ia disenangi ialah bahwa ia selalu siap untuk menolong setia orang. Itu baru disadari pada waktu ia sudah tiada’ waktu itu saya berpikir: banyak orang penting telah mempunyai ibu yang baik
Papa i Wunte merupakan suatu kekecualian di antara orang poso. bila tidak, ia tidak pernah akan begitu terkenal. karena disamping segala kekuatannya, ia memiliki suatu kelemahan dalam wataknya, yang mudah saja dapat menghilangkan seluruh pengaruhnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar